Minggu, 29 Maret 2009

UPAYA PROAKTIF DALAM PENGENDALIAN MASSA

Beberapa tahun belakangan ini, terjadi kerumunan-kerumunan yang menyebabkan orang meninggal dunia. Pembagian zakat di Pasuruan pada awal tahun 2008, telah menyebabkan hampir sepuluh orang meninggal dunia. Tidak ada unsur kekerasan yang disengaja dalam peristiwa tersebut sehingga masyarakat menganggap hal tersebut sebagai suatu musibah.
Awal tahun 2009 ini, Jombang kembali menarik perhatian dengan adanya bocah berusia sebelas tahun yang dipercaya mampu memberikan kesembuhan terhadap berbagai penyakit dikarenakan memiliki batu petir. Beribu-ribu orang dari berbagai tempat mendatangi bocah cilik yang bernama Ponari di tempat yang sangat terpencil, desa Megaluh. Mereka rela berdesak-desakan sambil membawa botol berisi air untuk menemui Ponari dan membiarkan Ponari mencelupkan batu petirnya ke dalam air yang dibawa. Jumlah orang yang datang mencapai ribuan orang, bahkan pernah mencapai jumlah tiga puluh ribu orang dalam satu hari. Menghadapi kondisi tersebut, orang yang lemah kondisi fisiknya akhirnya tidak mampu bertahan dan meninggal dunia karena dihimpit massa yang sedemian banyak dan tidak terkendali. 4 sampai 6 orang dikabarkan meninggal dunia dalam kerumunan massa tersebut.
Kerumunan massa yang telah merenggut nyawa beberapa orang manusia ini tentu berbeda dengan amuk massa. Di Medan, massa yang menuntut Tapanuli menjadi propinsi sendiri memaksa masuk ke ruang sidang DPR dan memporakporandakan barang-barang yang ada di dalamnya. Sebagai puncak kesadisan mereka adalah meninggalnya ketua DPR Sumut. Pengamanan tempat-vital seperti gedung DPR dan pengendalian amuk massa ini merupakan salah satu tugas dari satuan Samapta Dalmas di Kepolisian sehingga semua pihak menyoroti kinerja kepolisian. Sebagai dampak dari kejadian tersebut adalah penggantian Kapolda Sumut dan Kapolwiltabes Medan.
Masih ada fakta-fakta lain berkaitan dengan situasi massa yang berakibat pada korban jiwa. Pertunjukan musik atau pertandingan olahraga masih sering terjadi membawa korban jiwa. Meskipun pihak keamanan memiliki tanggung jawab terhadap kejadian-kejadian tersebut (karena ijin keramaian dikeluarkan oleh kepolisian), namun hujatan masyarakat tidak terlalu berlebihan, jika dibandingkan dengan menghadapi massa demo yang kemudian agresif sehingga para polisi menjadi salah tingkah. Menindak mereka dengan tegas bisa mendatangkan kecaman, tetapi mengendorkan pengawasan juga menghadapi resiko akibat negatif. Betapapun polisi telah disiapkan secara khusus melalui prosedur-prosedur standar untuk mengendalikan situasi tersebut.

Problem kepadatan penduduk
Kurang lebih 150 tahun yang lalu, sosiolog Emile Durkheim mengidentifikasi perubahan-perubahan cepat yang terjadi pada masyarakat Eropa disebabkan karena pertambahan jumlah penduduk. Selain perubahan pada pola-pola hubungan, perubahan jumlah penduduk juga mempengaruhi kesadaran warga masyarakat sehingga menyebabkan anomia atau dikenal sebagai tidak adanya norma-norma yang dapat dipegang secara bersama.
Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia berlangsung sangat tinggi. Usaha-usaha pengendalian yang pernah dilakukan selama masa Orde Baru dan menunjukkan tanda-tanda pengurangan, setelah reformasi kembali meningkat dan kehilangan perhatian. Dampak langsung dari pertambahan penduduk dapat disaksikan pada meningkatnya konsumsi dan pemilikan benda. Tanah-tanah kosong sudah jarang disaksikan diganti dengan bangunan-bangunan tempat tinggal. Jalan-jalan di kota semakin sesak dengan kendaraan. Berbagai dampak tidak langsung dari kondisi tersebut dapat kita uraikan secara panjang lebar dalam satu tulisan tersendiri yang bisa menghabiskan beratus-ratus halaman buku.